“KEPELESET FOKUS HISTORY OF JAVA” DI FKY 2018.




Gelaran Festival Kesenian Yogyakarta 30 tahun 2018 sudah satu pekan berjalan, berbagai atraksi seni budaya, pemanjaan kuliner dan lirikan maut handycraft di lapak lapaknya (yang kalau ga hati-hati gaji satu Bulan amblas semalam) mengobati kerinduan saya akan suasana festival tahunan yang ngangenin ini.
Tahun lalu event tersebut juga digelar di tempat yang sama, Pyramid café, Jl Parangtritis KM 5,5 Bantul Yogyakarta. Tapia ada yang beda lho.
Saya pikir, sama dengan tahun lalu, bangunan pyramid yang khas juga menjadi venue bagi rangkaian acara FKY tahun ini, apalagi melihat bangunan tersebut sudah lebih ditata dengan beberapa tambahan bangunan serta permukaan pyramid yang  telah mulus tercat. Namun ternyata tidak, Pyramid kali ini tidak include dalam pelaksanaan FKY 2018, Karena tengah direhab.
Trus mau tetap jadi café atau apa? Saat saya datang ke FKY saya lihat spanduk merah dan hijau dengan tulisan cukup besar History of Java Museum, Opening Soon. Lalu sebuah baliho besar terpasang di depan Pyramid, ternyata History of Java Museum memang sedang dibangun di Pyramid, hmmmm fokus saya malah terpeleset ke museum ini, maklum, sebagai anak Sejarah yang baik (halaaah) kata museum sudah cukup bisa membetot rasa keingintahuan saya.
Lalu mulailah saya mencari tahu, dengan bertanya ke beberapa orang berbaju hitam yang ada di depan museum, saya lalu bertemu dengan mas-mas berjenggot yang ternyata seorang antropolog, memang tak banyak yang saya korek dari mas yang belakangan saya tahu bernama Wisnu (juga) ini, tapi lumayan lah.

Sambil ngopi di foodtruck di depan Pyramid, Mas Wisnu  menuturkan bahwa menurut rencana memang History of Java Museum akan segera dibuka.
“Insyaallah September” ungkapnya pelan sebagai seorang muslim yang baik tetap tidak meninggalkan izin sang khalik.
Saat tahu saya anak Sejarah, Mas Wisnu ini malah balik bertanya ke saya,
“Pernah nggak kamu membayangkan diri kamu sebagai salah satu prajurit Sultan Agung yang “nglurug” ke Batavia?”, tanyanya tiba tiba yang membuat saya terkesiap. “Atau pernah nggak kamu mimpi sebagai sinyo indisch yang mengajak noni-noni yang kamu taksir jalan jalan ke pelabuhan Banten?”, ragu-ragu saya menggeleng, yang disambut senyum Mas Wisnu.
“Di History of Java, kamu bisa jadi keduanya.” Ucapnya mantap.
Saat saya bertanya tentang hubungan antara History of Java Museum dengan History of Java Raffles, dia menjelaskan
“The History of Java Raffless memang sebuah karya monumental yang cukup komprehensif dan cerdas mengupas kronik kesejarahan Jawa, Meski kini telah banyak perkembangan pengetahuan kesejarahan di Jawa termasuk penemuan penemuan baru artefak yang membuat kesejarahan Jawa lebih update.” Aku mas wisnu, “History of Java Museum meski tak memiliki kaitan langsung dengan buku Raffles ini, memiliki tujuan untuk menjadi wahana khasanah sejarah yang sama komprehensifnya dengan Buku Raffles”, tambahnya
“Dan tanpa meninggalkan misi utama edukasi dan literasi kesejarahannya, bahkan History of Java Museum juga bermaksud menjadikan museum yang oleh sebagian masyarakat Indonesia adalah tempat yang membosankan dan menyeramkan, menjadi sebuah wahana edukasi yang menarik dan up to date,” harap mas wisnu, “Caranya gimana mas?,” tanyaku Kepo.
“Memanfaatkan teknologi, seperti AR ataupun 3D Cinema”, ujar mas Wisnu, “Jadi mungkin bisa dibilang kita museum yang beda, meski tetap berupaya mengedukasi dengan kronik kesejarahan melalui artefak maupun education board”. Tandasnya.
Mas Wisnu secara halus menolak keinginan saya untuk masuk museum tersebut dengan alasan masih ditata dan restricted area untuk yang tidak berkepentingan. Namun beliau cukup berbaik hati mengajak saya ke bagian belakang Pyramid (meski harus berjanji untuk tidak membuat foto) yang ternyata adalah foodcourt dengan model Jl. Malioboro, ya…, ruas jalan paling terkenal di jogja ini dihadirkan menghadap sebuah panggung besar yang menurut mas Wisnu akan digunakan untuk gelaran seni budhaya secara regular.
Sebetulnya rasa penasaran saya masih tinggi, namun mas Wisnu mengajak saya keluar area karena beliau ada keperluan penting, dan kami pun berpisah dengan meninggalkan pertanyaan saya yang menggunung, apa saja artefak yang ada di museum itu? Bagaimana aplikasi teknologi yang dimanfaatkan museum itu?
September berasa masih lama.



Comments